KabarJawa.com – Ketika berbicara mengenai kehidupan masyarakat pedesaan di Jawa, ada sebuah tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari keseharian warganya, yaitu gotong royong.
Sejak dulu hingga kini, budaya ini telah menjadi ciri khas yang diwariskan secara turun-temurun. Namun, seiring derasnya arus modernisasi yang menekankan gaya hidup individualis, bakal muncul satu pertanyaan yaitu soal apakah gotong royong masih bertahan?
Makna Gotong Royong dalam Kehidupan Masyarakat
Secara bahasa, istilah gotong royong berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa. Kata gotong berarti pikul atau angkat, sedangkan royong berarti bersama-sama.
Jika digabungkan, maknanya adalah mengangkat sesuatu secara bersama-sama atau mengerjakan suatu pekerjaan dengan cara kolektif.
Gotong royong tidak hanya sekadar mengumpulkan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan. Berdasarkan laman resmi Kabupaten Kendal, diketahui bahwa tradisi ini juga dipahami sebagai bentuk partisipasi aktif dari seseorang untuk memberi kontribusi positif terhadap kebutuhan orang lain dan lingkungan sekitar.
Kontribusi itu bisa berupa tenaga, pikiran, keterampilan, materi, bahkan doa. Semua wujud partisipasi tersebut lahir dari semangat sukarela dan kebersamaan.
Gotong Royong sebagai Budaya Jawa
Bagi masyarakat Jawa, gotong royong telah melekat begitu kuat sebagai budaya sehari-hari. Ada banyak kegiatan yang sering dilakukan secara kolektif, salah satunya adalah kerja bakti membersihkan kampung.
Biasanya, kegiatan semacam ini dilaksanakan pada hari libur seperti hari Minggu ketika mayoritas warga tidak bekerja.
Dalam suasana itu, terlihat kesadaran kolektif warga untuk hadir. Bahkan, mereka yang tidak bisa ikut biasanya tetap menyempatkan diri datang sebentar sebagai bentuk dukungan moral.
Gotong royong tidak sekadar kerja fisik, tetapi menjadi simbol kepedulian, solidaritas, dan rasa memiliki terhadap lingkungan sosial.
Tantangan di Era Modern
Modernisasi membawa gaya hidup baru yang lebih individualis, terutama di kawasan perkotaan. Banyak orang mulai fokus pada urusan pribadi sehingga keterlibatan sosial semakin berkurang. Namun, kondisi ini berbeda dengan yang masih terlihat di desa-desa Jawa.
Di pedesaan, tradisi gotong royong tetap bertahan karena dianggap penting bagi kelangsungan hidup bersama.
Ada banyak manfaat yang dirasakan, antara lain mempererat persaudaraan, meningkatkan kesejahteraan lewat kerja bersama, menjaga kebersihan lingkungan, serta melestarikan nilai budaya lokal.
Selain itu, gotong royong juga membuat pekerjaan besar seperti pembangunan jalan, perbaikan jembatan, atau kegiatan kebersihan desa menjadi lebih ringan dan cepat selesai.
Gotong Royong sebagai Warisan yang Harus Dijaga
Lebih dari sekadar aktivitas sosial, gotong royong adalah warisan budaya bangsa yang sarat nilai luhur. Hal ini mengajarkan sikap sukarela, kepedulian tanpa pamrih, serta kekuatan persatuan.
Dengan kerja sama, masyarakat dapat menciptakan harmoni, memperkuat ikatan sosial, dan menjaga identitas budaya Jawa di tengah derasnya perubahan zaman.
Masihkah Gotong Royong Bertahan?
Jawabannya adalah iya. Meskipun modernisasi menawarkan gaya hidup yang cenderung individualis, masyarakat desa di Jawa masih menjaga tradisi gotong royong.
Bagi mereka, budaya ini bukan hanya kebiasaan, tetapi juga simbol kebersamaan yang memberi makna lebih dalam pada kehidupan sehari-hari.
Gotong royong adalah bukti nyata bahwa nilai-nilai luhur dapat tetap hidup dan relevan meskipun dunia terus berubah.
Selama masih ada rasa peduli antarwarga, budaya ini akan terus diwariskan dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Jawa.***
Hiburan
Berita Olahraga
News
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Teknologi
Seputar Teknologi
Drama Korea
Resep Masakan
Pendidikan
Berita Terbaru
Berita Terbaru
Berita Terbaru
Lifestyle